Jumat, 20 Mei 2011

INDIKATOR KUNCI (IK) Gresik, Lanjutan


Indikator Kunci (IK) yang dikembangkan oleh Tim Pengembang Kabupaten (TPK) Gresik, ternyata banyak membantu para Fasilitator dalam melatihkan dan mendelivery EDS/M-MSPD. Terutama oleh para Pengawas Sekolah (PS) dan Tim Pengembang Sekolah (TPS).

Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional bapak M. Nuh, bahwa mutu pendidikan adalah dinamis dan EDS/M adalah pintu masuk peningkatan mutu. Jadi apa yang disampaikan oleh pak menteri dapat mengelaborasi perkembangan pendidikan selama ini begitu pesat dan bertubi-tubi. Betapa tidak mulai tahun 2006, Permendiknas yang terkait dengan 8 Standar Nasional Pedidikan (SNP) turun bertubi-tubi sampai sekarang.

Demikian Inikator Kunci (IK) yang dikembangkan Gresik juga mengalami perubahan. Tahun 2011 ini ada dua kali perubahan. Pertama, perubahan jumlah INDIKATOR dalam Instrumen EDS/M dari 60 menjadi 62. Hal ini menggeser penempatan karakter SNP yang akan dicapai. Yang dimaksud karakter di sini adalah jumlah point-point/pernytaan-2/deskripsi yang menggambarkan cakupan capaian SNP setiap INDIKATOR.


Yang kedua, adanya Instrumen EDS/M-MSPD online dan offline. Instrumen EDS/M on line maupun off line ini dirancang untuk memudahkan proses pemetaan mutu pendidikan. Pemetaan mutu pendidikan dihasilkan dari hasil agregasi Tahapan Pengembangan melalui sistem IT baik secara online maupun off line.

Terkait dengan pengembangan Instrumen EDS/M online ini secara khusus menggunakan Indikator Kunci (IK) yang dikembangkan oleh Tim Pengembang Kabupaten (TPK) Gresik sebagai acuan. Hal ini dapat dimaklumi karena Tim Instrumen EDS/M on line diberi waktu tidak banyak untuk menyelesaikan dan mewujudkan kebijakan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP PMP). Kepala BPSDMP PMP berharap bagaimana Instrumen EDS/M ini mampu memetakan mutu pendidikan dengan cepat, dapat menggambarkan profile sekolah dimanapun berada, juga dapat menginformasikan data primer yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan.

Dengan adanya Instrumen EDS/M on line maupun off line mnejadi tantangan kembali Tim Pengembang Kabupaten (TPK) Gresik untuk selalu mengembangkan EDS/M-MSPD. Apapun kesulitannya TPK Gresik selalu positif thinking terhadap setiap perubahan. Dari awal sudah sepakat kita tidak mencari kesulitannya, akan tetapi selalu mencari pemecahannya. Sehingga dapat dipahami bahwa TPK Gresik sudah 4 tahun mengembangkan EDS/M-MSPD melalui impelemntasi di Kabupaten Gresik sejak tanuh 2008 sampai sekarang.

Selama 4 tahun TPK Gresik berdarah-darah memperjuangkan agar Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dapat berjalan dengan baik dan pasti. Oleh karena itu Dinas Pendidikan Kabuapten Gresik telah menerapkan 3 strategi. 1. Membangun sistem, 2. Mengembangkan Budaya, 3. Meraih prestasi. Dengan cara tersebut, alhamdulillah Gresik secara nasional dikatakan berhasil.

Tantangan terbaru Gresik, bagaimana Indikator Kunci (IK) yang bersumber dari Regulasi yang terkait dengan 8 Standar Nasional Pendidikan dapat terdeskripsi dengan baik dan benar. Demikian juga Gresik tetap mengembangkan soft ware Instrumen EDS/M - MSPD sesuai dengan pendekatan kualitatif yang dapat menghasilkan data kualitatif maupun kuantitatif. Sekaligus data primer atau dasar juga terkaver dengan baik. OK, tunggu inovasi kami berikutnya. Mari berjuang untuk peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan melalui Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP).



Rabu, 11 Mei 2011

INDIKATOR KUNCI (IK) Gresik

Indikator Kunci (Key Indicator) sengaja dibuat oleh Tim Pengembang Kabupaten (TPK) Gresik. IK dikembangkan untuk mempermudah bagaimana para fasilitator dan Tim Pengembang Sekolah (TPS) dapat memahami semua peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan delapan (8) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan dan perundang-undangan yang dimaksud adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendiidkan (SNP), PP 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan pendidikan dan semua permendiknas yang terkait.

Dapat dibayangkan bagaimana dapat memahami dengan cepat, cermat, dan komphrehensif tentang isi, maksud, dan tujuan dari masing-masing karakter yng ada dalam pasal demi pasal dalam waktu singkat. Sekalipun diberi waktu lama juga tidak menjadi jaminan. Jika ditanya mengapa sulit memahaminya, ternyata jawabnya beragam. Ya macam-macamlah. Ada yang mengatakan sibuk, banyak tugas, usia lanjut, tidak mempunyai bahan, tidak mampu menggunakan laptop walaupun sudah diberi CD refenrensi, waktunya yang tidak tepat, pensiun tinggal dua amplop, dll.

Melihat kenyataan tersebut TPK Gresik berupaya membuat terobosan yang dapat mengatasi masalah tersebut. Terobosan yang dimaksud dengan membuat INDIKATOR KUNCI (IK) Gresik. IK ini sebagai piranti yang dapat miminimalkan permasalahan serius yang dihadapi para pengawas ketika memberikan Bimtek (Bimbingan Teknis) kepada Tim Pengembang Sekolah (TPS). Pengawas tidak lagi lagi rebet dan ribut mencari permen-permen dengan membolak-balik hardware maupun software. Apalagi banyak juga pengawas yang masih gaptek.

Demikian juga para Tim Pengembang Sekolah seharusnya semua peraturan yang terkait dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan tidak boleh tidak tahu. Yang terjadi justru banyak sekolah/madrasah tidak memiliki dokumen apapun terkait dengan peraturan perundang-undangan tentang pendidikan. Apalagi dokumen 8 Standar nasional pendidikan (SNP), dapat dikatakan sebagian besar sekolah/madrasah tidak memilikinya. Ya, Alhamdulillah setelah diimplementasikan EDS/M di semua satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai tiungkat menengah sudah banyak yang memilikinya. Kecuali bagi daerah tertentu yang belum tersentuh oleh pelaksanaan EDS/M.

IK Gresik disusun oleh TPK Gresik mulai awal tahun 2010. Proses penyusunan ini memerlukan waktu yang lama, hampir 1 tahun malalui rapat berkali-kali. Penyusunan mulai indikatornya 56, berubah menjadi 60, dan sekarang berubah menjadi 62. Ketika IK Gresik beredar secara nasional masih 60 Indikator. Bahkan pada Training of Trainers (ToT) EDS/M dan MSPD tingkat Nasiona 2011 yang diikuti oleh 6 Klaster, indikator EDS/M sudah berubah menjadi 62. Akan tetapi TPK Gresik sedang merevisi IK menjadi 62 indikator.

Banyak hal yang direvisi dan ditinaju kembali IK Gresik Produk 2010. Yang pertama adalah perubahan indikator dari 60 menjadi 62. Hal berdampak pada pergeseran tempat SNP yang terkait indikator juga pemisahan karakter SNP menjadi beberapa indikator.

Yang kedua adalah perubahan persepsi dan pemahaman tentang indikator sendiri. Ternyata dengan perjalanan waktu TPK Gresik mendapat pencerahan yang luar biasa setelah beinteraksi dan berdialog dengan berbagai praktisi pendidikan. Banyak hal yang berubah. Tentu saja hal ini akan merubah redaksinal maupun substansi penjabaran indikator.

Ketiga adalah adanya perubahan paradigma dalam memahami pengisian Deskrepsi Indikator berdasarkan Bukti Fisik. Hal ini menjadi perubahan 180 derajat dalam memahami indikator setiap komponen dan standar dalam instrumen EDS/M.





permendiknas

Selasa, 26 April 2011

Merumuskan Rekomendasi Dalam Instrumen EDS/M

Merumuskan Rekomendasi dalam Instrumen EDS/M tidaklah sulit, tetapi juga perlu memperhatikan kaidah-kaidah yang telah disepakati.

Rekomendasi dalam instrumen EDS/M semula diperlukan hanya untuk menjawab kelemahan sumber daya yang dimiliki sekolah/madrasah. Hal ini menyebabkan sekolah/madrasah sulit untuk menyusun program kegiatan yang harus dilaksanakan secara rutin dan program yang harus dipertahankan.

Sesuai dengan Panduan EDS/M yang dikeluarkan oleh Kemdiknas tahun 2010, dirumuskan bahwa Rekomendasi ada dua macam. Pertama, Rekomendasi Perbaikan/Peningkatan. Kedua, Rekomendasi Pengembangan. Rekomendasi perbaikan/peningkatan, bilamana sekolah/madrasah baru mencapai tahap 1 dan 2. Artinya bila sekolah/madrasah baru sampai pada tahap pengembangan 1, maka sekolah akan merumuskan rekomendasi yang akan dijadikan program untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu dirinya agar sampai pada tahap pengembangan 2. Demikian juga bila sekolah/madrasah baru sampai pada tahap pengembangan 2, maka sekolah/madrasah akan merumuskan rekomendasinya agar dapat meningkat menjadi tahap pengembangan 3 melalui program sekolah dalam RKS/M.

Adapun Rekomendasi Pengembangan, bilamana sekolah/madrasah telah mencapai pada tahap pengembangan 3 dan 4. Sekolah/madrasah yang telah mencapai tahap pengembangan 3 berarti sudah sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Demikian juga kalau telah mencapai tahap pengembangan 4, berarti standar mutunya sudah di atas Standar nasional Pendidikan (SNP).

Bagi sekolah/madrasah yang telah mencapai tahap pengembangan 3 dan 4, tetap menrumuskan rekomendasi untuk pengembangannya. Bagi yang telah mencai tahap pengembangan 3, akan berusaha keras untuk mengembangkannya sehingga dapat mencapai tahap pengembangan 4. Demikian juga bagi sekolah/madrasah yang telah mencapai tahap pengembangann 4 harus tetap mengembangkan dirinya agar standar mutunya selalau di atas SNP, yaitu tahap pengembangan 4.

Tahap pengembangan ini sangat diperlukan sekolah untuk semata-mata sebagai catatan dan sebagai upaya peningkatan dan pengembangan diri sekolah (self-improvement and development of school). Sekolah/madrasah mempunyai peta mutu sekolah sendiri. Sekolah/madarsah secara gradual akan berupaya meningkatkan mutunya setiap tahun melalui RAKS dan setiap 4 tahun melalui RKS/M. Jadi dengan adanya EDS/M sekolah/madrasah akan dapat meningkatkan mutu (quality improvement) sekolah sendiri. Sekolah/madrasah dapat bekerja dan bergerak atas dorongan dan kebutuhan diri sekolah sendiri (internal driven) bukan semata-mata dari luar sekolah.

Kadang-kadang yang menjadi menjadi persoalan bilamana ada anggapan, bahwa tahap pengembangan menjadi keharusan untuk pemenuhan pemetaan mutu sekolah oleh Dinas Pendidikan Kabupaten, Propinsi, bahkan Pusat. Hal ini tidak salah akan tetapi jangan sampai mengganngu pola pikir (mind-set) sekolah. Artinya jangan sampai ada anggapan bahwa pelaksanaan EDS/M untuk memenuhi kebutuhan eksternal. Bilamana hal ini terjadi, ini menjadi kecelakaan (accident) dalam penerapan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). Oleh karena itu agar tidak menjadi salah kaprah, seharusnya yang terlebih dahulu dibangun adalah budaya mutu sekolah (school culture). Jadi Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan (PPMP) dan Badan yang menangani peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan harap bersabar sampai terbentuknya budaya mutu sekolah.
Semoga bermanfaat, amin.


Senin, 25 April 2011

Menentukan Bukti Fisik dalam Instrumen EDS/M

Menentukan bukti fisik (physical evidence) dalam mengisi Instrumen EDS/M pelu pemahaman yang komphrehensif. Saling mengait antara Indikator, kinerja sekolah, dan SNP yang akan dicapai.

Yang pertama kali dipahami adalah indikator dalam setiap komponen. Untuk dapat memahami indikator, kita harus mencari kata kunci (keywords) setiap indikator.

Setelah diketahui kata kuncinya, kita tinggal mencari rujukannya. Apakah rujukannya ke Panduan BSNP atau ke Permendiknas. Contoh pada Indikator 1.1.1. Pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan menggunakan panduan yang disusun BSNP. Sedangkan panduan yang disusun BSNP yang pokok meliputi; 1. Tim Pengembang Kurikulum, 2. Pelibatan Pengembangan Kurikulum, 3. Analisis konteks, 4. Prinsip-2 pengembangan kurikulum, 5. Prinsip-2 pelaksanaan kurikulum, 6. Struktur kurikulum, 7. Muatan krulikulum, 8. Pengesyahan, 9. Reviu, dan 10. Pengembangan Kurikulum dalam bentuk Silabus.

Jika sekolah di dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum dapat dikatakan telah sesuai dengan panduan BSNP jika betul-betul di dukung oleh bukti fisik. Jadi bukti fisik yang ditulis harus betul-betul merupakan hasil kinerja sekolah atau prestasi sekolah. Sekakalipun banyak bukti yang terkait dengan indikator, tetapi bukan hasil kinerja /prestasi sekolah, maka tidak dapat dijadikan bukti fisik. Cntoh; Panduan BSNP, Permendiknas Standar Isi, dll. tidak dapat dijadikan bukti fisik karena bukan produk sekolah.

Apa yang ditulis dalam Deskripsi Indikator harus betul-betul berdasarkan bukti fisik, sekolah tidak lagi mengarang pencapaian SNP tanpa didukung bukti fisik. Demikian juga apa yang ditulis di kolom bukti fisik juga seperti apa yang ditulis dalam Deskripsi Indikator.

Sebenarnya, apa filosofisnya? Ke depan akan menjadi pola pikir (mind-set) Tim Pengembang sekolah (TPS) . Apapun yang telah dikerjakan harus didokumentasi, harus di catat, dan harus disimpan sebagai bukti fisik. Demikian juga apapun yang telah dilakukan sekolah, jika tidak dicatat, tidak didokumentasi, tidak disimpan, juga tidak dapat digunakan sebagai bukti fisik dalam mengisi pada kolom bukti fisik.

Dengan demikian sekolah akan tertip administrasi, tertip melaksanakan kegiatan dan anggaran. Dan semua kegiatan selalu dapat dibuktikan secara fisik baik kauantitatif maupun kualaitatif. Sehingga sekolah tidak lagi mengarang data setiap ada "AKRIDITASI". Tidak lagi ada "Dusta Diantara Kita" (does not lie between us). Semoga bermanfaat.

Menentukan Tahap Pengemangan dlm Instrumen EDS/M

Menentukan Tahapan Pengembangan di dalam Instrumen EDS/M sebenarnya tidaklah sulit. Akan tetapi perlu memperhatikan banyak hal. Tahap Pengembangan bukanlah suatu yang "Patok Bangkrong" atau sesuatu yang mutlak dan berdampak "benar- salah" akan tetapi suatu pendekatan.
Sebelum menentukan Tahapan Pengembangan kita pastikan dulu bahwa Bukti Fisik (physical evidence) yang dimiliki sekolah/madrasah betul-betul yang terkait dengan indikator yang akan dicapai dan merupakan hasil kinerja atau prestasi sekolah.
Dari Bukti Fisik yang ada dideskripsikan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdapat dalam setiap Permendiknas yang terkait dan ditulis dalam kolom deskripsi indikator berdasarkan bukti fisik. Penulisan deskripsi indikator ini untuk menggambarkan pencapaian Standar nasional pendidikan. Deskripsi yang menggambarkan telah mencapai SNP ditulis pada kelompok baris atas, dan yang belum mencapai ditulis pada kelompok baris bawah.
Berdasarkan Deskripsi Indikator yang telah dan belum mencapai SNP dibandingkan dengan rubrik 1 s.d. 4. Jika pencapaian SNP lebih mendekati rubrik 1, maka diberi tanda centang (V). Hal ini menunjukkan pencapaian indikator teserbut pada Tahap Pengembangan 1. Demikian juga, jika Deskripsi Indikator menggambarkan pencapaian SNP lebih mendekati dengan rubrik 3, maka pencapaian indikator tersebut pada Tahap Pengembangan 3, dst.
Jadi setiap Tim Pengembang Sekolah (TPS) secara jujur dapat mendeskripsikan indikator berdasarkan bukti fisik yang telah dimiliki. Dengan demikian tidak perlu lagi memanipulasi data dan merasa malu bila masih belum mencapai Tahap Pengembangan 3 atau 4. Sebab Tahap pengembangan bukanlah suatu Rangking, melainkan catatan sekolah dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement).
Hal ini bisa diwujudkan dengan baik bila setiap stakeholder mempunyai komitmen yang tinggi dalam menjamukan sekolah, dan di dasari keikhlasan (sincerity) dalam memajukan pendidikan. Dengan demikian buidaya mutu sekolah (cultural quality of schools) akan tumbuh dan bisa mengawal sekolah untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan yang dipacu dan dipicu dari diri sekolah sendiri (internal driven).

Minggu, 06 Maret 2011

Membangun Komitmen Belajar dalam ToT

Mengelola pelatihan orang dewasa dapat dikatakan gampang-gampang sulit. Betapa tidak. Orang dewasa secara emperis sudah menguasai konsep atau pengetahuan dengan caranya sendiri terlepas dari benar dan salah. Bahkan sekalipun salah biasanya diyakini dengan ngotot bahwa itu yang paling baik dan benar.

Hal tersebut di atas biasanya mereka proteck diri dan sulit menerima hal baru dari luar. Oleh karena itu perlu strategi khusus untuk membuka dan membuat orang dewasa welcome atau care dengan informasi baru. Ada bebarapa langkah yang dapat dilakukan;
1. Semua Peserta diminta untuk memperkenalkan diri.
Mengapa hal ini perlu dilakukan?
Dengan memperkenalkan dirinya, peserta berharap dpt diterima dan diakui oleh peserta yg
lain. Apalagi kalo namanya sudah disebut berkali-kali oleh fasilitator, dia akan khawatir
melakukan kesalahan.
Peserta juga diminta menceritakan pengalamannya terkait dengan apa yang dibahas dalam
pelatihan. Keuntungan lain, fasilitator dapat memanfaatkan pengalamannya sebagai pelatihan
dan pola pengembangan pelatihan. Sehingga secara kognitif, apa yg dibahas dlm pelatihan tdk
asing denga apa yg sdh dimiliki peserta.

2. Komitmen Belajar
Orang dewasa kadang kala ada kecenderungan ingin menguasai forum, sebagai menurut
Maslow. Kebutuhan seseorang tertinggi adalah Eksistensi dan pengakuan. Agar dapat diakui
oleh kelompknya biasanya over, sok pintar, dll. Oleh karena itu, mereka sendiri diminta
sepakat membuat aturan tentang "Sikap apa yang harus dilakukan dan sikap apa yang harus
tidak dilakukan.

3. Pembentukan Kelompok
Peserta yang berasal dari beberapa daerah perlu disebar dengan cara diundi atau yang lain,
sehingga kelompoknya heterogen dan beragam. Dalam kelompok yg beragam dapat
menginsprirasi anggotanya untuk membuat kesepakatan baru dalam berinteraksi. Hal dpt
memberikan kesempatan luas setiap anggota untuk mengeksplore semua kemampuannya.

SELAMAT MENCOBA